Matematika yang Manusiawi
I. MATEMATIKA DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan merupakan ciri dari seorang manusia dan dapat berkembang
menjadi ciri dari seseorang tersebut. Adapun contoh kebudayaan dari
matematika adalah “kebudayaan menghitung”. Banyak cara untuk menghitung,
seperti orang primitif menghitung dengan menggunakan jari tangannya
atau dengan menggunakan batu. Kemudian kebudayaan itu terus berkembang
yang sekarang berubah menjadi alat hitung yang lebih modern dan canggih
seperti kalkulator dan komputer.
Matematika, dengan metode penalaran, bahasa, dan obyek penyelidikanya
yang khas, yang dibentuk, dan dikembangkan oleh manusia, jelas itu
merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang khas. Matematika juga
dapat membentuk kepribadian seseorang manusia meskipun dalam taraf yang
berbeda-beda.
Banyak mitos keliru tentang matematika yang beredar dalam masyarakat
sampai saat ini yang sering kali mengaburkan hakikat matematika yang
sebenarnya. Menempatkan matematika sebagai bagian dari kebudayaan
manusia akan menampilkan wajah manusiawi dari matematika, yang dibentuk
melalui kecemerlangan dan sekaligus keterbatasan akal budi manusia.
Adapun ciri-cirinya adalah:
Adapun ciri-cirinya adalah:
- Matematika bukanlah ilmu yang memiliki kebenaran mutlak. Kebenaran dalam matematika adalah kebenaran nisbi kesepakatan yang disetujui bersama.
- Matematika bukanlah ilmu yang tidak bisa salah karena matematika dibentuk dan dikembangkan oleh manusia, yang tentu tidak luput dari keterbatasan dan kesalahan manusiawi.
- Matematika dibentuk dan berakar dari dunia nyata. Matematika dipelajari oleh manusia dalam bentuk model dan struktur yang kemudian dianalisis dengan bantuan perangkat-perangkat yang khas, dan hasilnya akan dipergunakan manusia untuk menguasai dan mengembangkan dunia dan alam semestanya.
- Matematika bukanlah kumpulan dari beberapa rumus yang perlu dihafal, tetapi proses terbentuknya matematika adalah justru latar belakang dari penyelesaian-penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Matematika akan tampak indah bukan dalam hasil akhirnya, melainkan karena proses panjang yang dicapai untuk menemukan hasil akhirnya tersebut.
- Obyek dari matematika adalah unsur-unsur yang bersifat sosial-kultural-historis yang itu semua milik bersama dan dapat dikembangkan secara bersama.
II. KEINDAHAN MATEMATIKA
Keindahan tidak hanya dalam seni atau sastra saja, tetapi matematika
juga mempunyai unsur-unsur keindahan. Keindahan dalam matematika memuat
unsur-unsur yang khas, misalnya terbuktinya suatu teorema yang sudah
lama diprediksikan kebenarannya, ditemukannya suatu metode baru yang
lebih “cantik” (yaitu lebih sederhana, lebih singkat, tidak
berbelit-belit), terungkapnya suatu struktur atau teori yang berlaku
umum, suatu tampilan grafis yang menakjubkan (misalnya dilayar monitor
komputer), dan sebagainya.
Sumber keindahan lain dari matematika adalah tampilan grafis yang
indah, misalnya di layar monitor komputer. Sekitar tahun 1980 Benoit
Mandelbrot, seorang matematikawan peneliti di pusat penelitian di
perusahaan komputer IBM berhasil melihat keindahan tampilan grafis
fungsi-fungsi kompleks itu di layar monitor komputer, suatu hal yang
sebelumnya hanya dapat dianalisis diatas kertas dan dibayangkan saja.
Tidak hanya Mandelbrot saja, Michal Misiurewich, seorang matematikawan
dari Polandia juga menampilkan keindahan dari struktur himpunan dan
pemetaan menjadi suatu bingkai atau hiasan yang indah.
III. PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Banyak siswa yang merasa bosan dan bahkan benci terhadap matematika
karena matematika diajarkan secara salah, misalnya hanya sebagai
kumpulan angka dan rumus serta cara-cara yang harus dihafalkan dan siap
pakai untuk menyelesaikan soal-soal. Ciri-ciri manusiawi matematika bagi
para siswa yaitu dengan membangun sendiri pemahaman mereka
akan unsur-unsur matematika. Pemahaman tersebut bukan dengan menerima
apa saja yang diajarkan dan menghafal rumus, melainkan dengan membangun makna dari
apa yang dipelajari. Para siswa hendaknya mencintai dan menghargai
matematika karena mereka memiliki keyakinan tentang bagaimana cara
mempergunakan matematika disaat diperlukan.
Seorang guru harus menjadi seorang fasilitator dan moderator daripada
sebagai penceramah atau pengajar, dan para siswa sendirilah yang aktif
mencari, menyelidiki, merumuskan, menguji, dan sebagainya. Kegiatan ini
terlaksana akibat aktivitas-aktivitas dari siswa seperti mengerjakan
tugas secara kelompok, diskusi, presentasi, dan lain-lain. Dalam
kegiatan itu tentunya sangat memerlukan banyak tenaga dan waktu, baik
dari pihak siswa atau pun pihak guru. Dalam kegiatan ini guru
menginginkan siswa belajar secara lebih maksimal dan lebih modern. Dalam
hal ini, proses pembelajaran ini guru tidak menilai tugas dari hasil
akhir pembelajaran melainkan dari proses terjadinya pembelajaran
tersebut. Tujuan dari pembelajaran seperti ini itu supaya siswa dapat
menguasai bukan hanya materi yang dipelajarinya, melainkan bagaimana
cara mempelajari materi itu secara bermakna.
IV. PENUTUP
Matematika tidak hanya berupa kumpulan angka dan rumus-rumus yang harus dihafalkan dalam menyelesaikan soal-soal dan kebanyakan membuat siswa
malah semakin bingung dan pusing, tetapi dengan kumpulan rumus-rumus
tersebut dapat dibuat atau dirangkai menjadi sesuatu yang mempunyai
nilai keindahan (estetika). Sehingga dapat membangkitkan gairah dan
minat para pelajar dan membantu mereka untuk merasa senang dan bahkan
mencintai apa yang mereka pelajari. Sebagai seorang pendidik harus
mempunyai rasa empati terhadap mata ajarannya. Karena tanpa empati itu ia tidak dapat mengajar secara bergairah.
Pembelajaran matematika humanistik adalah pembelajaran matematika
yang menempatkan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran untuk
mengembangkan dirinya sendiri bedasarkan kemampuan yang dimiliki. Rogers menyatakan bahwa pembelajaran humanistik adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (learner centered).
Kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dilakukan dengan
memberikan kebebasan yang lebih luas kepada siswa dalam memilih dan
memutuskan apa yang ingin dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.
White menjelaskan bahwa matematika humanistik mencakup dua aspek
pembelajaran, yaitu pembelajaran matematika secara manusiawi dan
pembelajaran matematika yang manusiawi.
Aspek pertama berkaitan dengan proses pembelajaran matematika yang
menempatkan siswa sebagai subjek untuk membangun pengetahuannya dengan
memahami kondisi-kondisi, baik dalam diri sendiri maupun lingkungan
sekitarnya. Aspek kedua pembelajaran matematika yang manusiawi berkaitan
dengan usaha merekonstruksi matematika sekolah, sehingga matematika
dapat dipelajari dan dialami sebagai bagian dari kehidupan manusia.
Pembelajaran matematika humanistik mempunyai karakteristik, seperti yang disebutkan oleh Haglund yaitu:
- Menempatkan siswa sebagai penemu (inquirer) bukan hanya penerima fakta-fakta dan prosedur-prosedur.
- Memberi kesempatan siswa untuk saling membantu dalam memahami masalah dan pemecahannya yang lebih mendalam.
- Belajar berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya dengan pendekatan aljabar.
- Menunjukkan latar belakang sejarah bahwa matematika sebagai suatu penemuan atau usaha keras (endeavor) dari seorang manusia.
- Menggunakan masalah-masalah yang menarik atau pertanyaan terbuka (open-ended), tidak hanya latihan-latihan.
- Menggunakan berbagai teknik penilaian tidak hanya menilai siswa berdasar pada kemampuan mengingat prosedur-prosedur saja.
- Mengembangkan suatu pemahaman dan apresiasi terhadap ide-ide besar matematika yang membentuk sejarah dan budaya.
- Membantu siswa melihat matematika sebagai studi terhadap pola-pola, termasuk aspek keindahan dan kreativitas.
- Membantu siswa mengembangkan sikap-sikap percaya diri, mandiri, atau penasaran (curiosity).
- Mengajarkan materi-materi yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam sains, bisnis, ekonomi, atau teknik. Ciri yang disebutkan tersebut mengarah pada ciri-ciri pembelajaran yang menekankan pada aspek berpikir kreatif atau kreativitas siswa.
0 comments:
Post a Comment